banyak sekali sisi kehidupan yang berbeda di luar sana, mencoba mencari hikmah dari setiap kisah hati seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya.
Laman
Kamis, 25 Februari 2010
Permintaan Dari Hati
Terkadang Tuhan menyembunyikan matahari
Dia datangkan petir dan kilat
Kita menangis dan bertanya-tanya kemana hilangnya matahari,
Rupa-rupanya Tuhan hendak memberi kita pelangi….
Langkah kakinya kecil-kecil saat melangkah, wajahnya yang sumringah mampu membius setiap orang yang menatapnya. Alisnya tumbuh dengan lebat dan hampir bertaut satu sama lainnya. Hidungnya tinggi dan sedikit lancip. Bibirnya merah dan penuh sangat cocok dengan wajahnya yang putih bersih seperti salju. Sikapnya sangat santun, bahkan membuat aku merasa kurang memiliki manner sebaik dirinya. Aku merasa sedang berhadapan dengan seorang lady atau dayang utama pada zaman kastil edo. Satu kata untuk wanita itu cantik.
Sesekali dia melepaskan pandangannya keluar restoran lewat jendela yang berada di samping kami yang saling duduk berhadapan. Aku hampir hilang rasa percaya diriku.
Bagaimana tidak, aku menatap kedatangannya dari atas hingga ujung kakinya. Rambutnya tertutup oleh kerudung berwarna merah muda, dipadupadan dengan baju putih berbunga pink kecil, bawahannya dibalut dengan rok panjang berwarna senada,wanita ini sangat anggun di mataku. Aku rasa wanita itu punya segalanya yang didambakan seorang pria termasuk suamiku.
Aku diam sejenak, wanita itu masih memandangku menunggu apa yang ingin ku utarakan padanya. Alisnya bergerak ke atas seperti membentuk bukit. Aku tak berani memandang mata coklatnya yang bening. Hilang semua keinginanku untuk bermarah-marah ria. Wanita ini mampu menaklukkan emosiku yang sedang naik turun.
“saya baca email dari teh Dina buat mas Arie…akhirnya aku membuka bicara, berat bibirku berucap, kelu rasanya lidahku. Ku dengar desahan nafas yang berat milik wanita itu. Antara saya dan mas Arie memang sangat terbuka, apalagi untuk hal yang satu ini karena kita ingin menjaga satu sama lainnya ucapku ringan.
Ku lihat wanita itu kembali diam, tak berbicara satu patah katapun. Ku lihat matanya yang tak sejernih tadi lagi, genangan air menutupinya. Aku bisa menangkap perubahan wajahnya yang terjadi secara tiba-tiba. Perlahan dia menatapku lagi.
“Maafkan saya dek ,..ucapnya lirih. Hanya itu yang keluar dari bibirnya.
--------------
Karena bukan di telingaku kau berbisik, namun di hatiku
Karena bukan di bibirku kau mengecup, namun di jiwaku
(Judy Garland)
Arie memang seorang laki-laki yang sangat familiar di kampus. Tak jarang banyak yang menaruh hati padanya. Bukan hanya berwajah tampan, tapi juga memiliki nilai akademi yang di atas rata-rata, dan yang terpenting dari semuanya adalah dia laki-laki yang shaleh.
Aku sudah mengaguminya sejak dulu saat masih aktif di lembaga dakwah kampus. Beberapa kali mencuri pandang dan menyimpan harap jika suatu saat diberikan waktu untuk bisa lebih mengenalinya. Tapi niatku itu terhenti saat Arie mulai ta’arruf dengan salah seorang teman wanitanya.
Wanita itu bernama Ardina, sama dengan Arie dia juga wanita yang cemerlang. Semua setuju bahwa mereka pasangan yang sangat ideal. Entah apa sebabnya, atau memang mereka tidak ditakdirkan berjodoh, akhirnya taaruf antara mereka tak berlanjut ke jenjang pernikahan. Dina akhirnya menikah dengan ikhwan yang lain dan Arie menikah denganku.
Bayangan masalalu antara mereka terkadang masih membuatku cemburu. Tapi cinta Arie terlalu kuat untukku dan anak-anak kami, sehingga mengalahkan semua hal yang terasa tidak penting untuk difikirkan. Karena kehidupan kami memang sangat bahagia.
“Bunda,.. tolong buka emailnya ya,..ayah ngirim sesuatu buat bunda” begitu isi pesan singkat yang dikirim mas arie kepadaku. Mungkin harus segera dibuka pikirku.
Setelah mengantarkan anakku kayla ke sekolah aku mulai jelajahi situs-situs untuk bahan tulisanku dan mengecek deretan email yang mungkin penting untuk di baca. Ternyata benar mas arie mengirimiku sebuah email forward dari seorang teman pula.
Nafasku berhenti sejenak, merasakan sesuatu yang tidak biasanya. Mataku cemas membaca judul email itu “permintaan hati”.
Assalamua’laikum Arie….
Entah untuk beberapa lama aku menyimpan niat untuk mengirimimu pesan ini. Berulang kali aku kembali bertanya dalam hati, mudah-mudahan ini bukan hanya keinginan nafsu belaka melainkan keinginan untuk bisa beribadah bersama.
Kembali beraktivitas bersamamu, kembali mengingatkanku akan masa ta’aruf kita dulu. Allah memang selalu punya rahasia di balik semua ini. Begitu juga dengan statusku yang sekarang menjadi janda sepulang suamiku di sisi Yang Maha Kuasa.
Harus kuakui aku merasa kesepian tanpa anak dan suami. Aku butuh teman untuk berbagi banyak hal dalam hidupku. Mungkin karena aku telah terbiasa memiliki seseorang yang selalu berbagi segala hal bersama membuat aku merasa lemah dalam kesendirianku.
Arie maafkan aku sebelumnya, aku tak berniat menjaga atau bahkan memupuk perasaan ini. Namun berada di sampingmu dalam beberapa event telah memberikanku ketenangan yang hilang kurasakan sejak suamiku tiada.
Berulang kali aku bertanya pada Tuhan, mengapa Dia menitipkan cinta yang begitu dalam di hatiku pada seorang suami shaleh yang sangat mencintai keluarganya. Semakin ku coba melupakanmu, semakin aku merasakan bahwa aku memang telah jatuh cinta padamu. Aku mohon, maafkanlah keterusteranganku ini. Seperti kata Benjamin Disraeli “jangan pernah menyesal setelah anda mengungkapkan suatu perasaan, karena jika demikian, anda sama saja telah menyesali kebenaran”.
Aku tak ingin mengganggu ketenanganmu apalagi jika ini kemudian menjadi dosa di hatiku. Sungguh aku tak ingin melakukan itu semua. Katakan padaku apa yang harus aku lakukan untuk memadamkan cinta ini, sementara hatiku bersikeras tak ingin cinta ini pergi dari hatiku.
Arie hamba Allah yang aku cintai,..
Berulang kali aku membaca bagaimana tata cara polygami dalam agama kita. Aku yakin kau jauh lebih faham tentang hal ini. Kau dan istrimu adalah hamba-hamba Allah yang shaleh. Kalian sangat mengerti syariat agama, polygami tak pernah terlarang dalam agama kita. Jika istrimu mengijinkan, aku mohon nikahilah aku untuk menjadi istrimu. Aku yakin laki-laki shaleh sepertimu dapat menjalankan peran itu.
Jikapun tidak, maafkanlah jika aku masih tetap menyimpan cinta yang membara ini untukmu. Aku hanya menunggu sampai Sang Penitip cinta membalikkan hatiku agar berpaling darimu.
Semoga Allah memberikan kesempatan ini untukku…aminnn
Wassalamua’laikum wr. Wb
Ardina
Leherku terasa tercekat setelah membaca email dari Dina. Tiba-tiba kurasakan panas di kedua pelupuk mataku, air mataku pun jatuh perlahan seiring rasa takut kehilangan suami yang sangat kucintai. Aku yakin tak ada laki-laki yang mau menolak cinta seorang Dina. Ya Allah, apa yang harus aku lakukan. Ku bertanya dalam hati dalam keadaan miris dan sepi.
“ayah,…bunda sudah baca email dari teh Dina” ku kirim pesan singkat itu ke Arie. Tak ada apapun yang mampu kutuangkan lewat sebuah pesan. Aku berharap saat ini Arie di depanku memelukku erat sekali, menghapus air mataku hingga membuatku tenang.
“ya sayang,..nanti kita bicarakan di rumah ya, ayah masih ada kerjaan yang harus diselesaikan hari ini. Tenang ya sayang,..ayah akan selalu bersama kalian selamanya”
Kurasakan sendu merayapiku, menggetarkan tubuhku yang limbung dalam kelaraannya.
Entah berapa tahun yang lalu bayangan wanita itu sempat membuatku mundur teratur untuk mencintai Arie. Namun kini dia datang lagi mungkin tak berniat menganggu keharmonisan rumah tangga kami, namun pengharapannya yang besar, keterusterangannya semakin membuatku sesak. Seperti lupa aku akan rasanya cemburu, kini Dina mengajarkannya lagi padaku.
Kukumpulkan semua kekuatanku. Entah darimana datangnya rasa ingin mempertahankan apa yang aku miliki. Entahlah mungkin aku akan terlihat egois, namun hatiku benar-benar tak ingin berdusta karena perihnya mulai terasa. Tak mudah bagiku berjalan bertiga dalam satu perahu walaupun tujuan akhirnya adalah mengharapkan ridha Yang Maha Kuasa. Apapula indahnya jika malam dihiasi dua rembulan.
------
Masih berlinang airmataku, ku peluk Arie yang sedari tadi tersenyum melihatku menangis. Entah apa yang terselip di benaknya, Arie begitu tenang bahkan aku tak mampu menebak di balik ketenangan dan senyuman lembutnya.
“sekarang ayah ingin bunda yang menyelesaikan ini,…” arie menggenggam tanganku erat.
“ketika wanita yang berbicara dari hati ke hati, maka semua akan terlihat jelas karena sesuatu yang belum difahami laki-laki tentang perasaan seorang wanita akan terselesaikan dengan sendirinya jika dibicarakan oleh sesama wanita, bundalah yang harus berbicara dengan Dina”. Arie kembali tersenyum sebelum melanjutkan kata-katanya.
“ayah bangga memiliki bunda, ayah bangga saat bunda ingin mempertahankan ayah. Semua sekarang keputusan ada di bunda. Ayah serahkan semuanya pada bunda, karena ayah yakin cinta kita terlalu besar untuk dipisahkan”
Rasanya tiada hal yang lebih bahagia di dunia ini selain menyadari bahwa kita begitu sangat berarti. Bahwa kita begitu dipertahankan dan dicintai. Itulah yang aku rasakan dalam tiap kata-kata yang diucapkan arie malam ini.
-----------
Ku sodorkan sebuah amplop berukuran post card berwarna putih di depan Dina. Wanita itu menatap lekat benda yang ku geserkan ke arahnya. Seolah-olah belum pernah melihat benda yang berjudul amplop itu, Dina menatapnya sangat lama sebelum kemudian tangannya sempat ragu untuk meraihnya.
“ini apa dek Ifa ??,… Tanyanya dengan lembut.
“ini surat buat teh Dina dari saya, saya pikir ada hal-hal yang bisa diungkapkan lewat lisan namun juga ada hal-hal yang lebih baik diutarakan lewat sebuah surat. Kalo teteh tidak keberatan mungkin lebih baik membacanya ketika teteh sudah di rumah ataupun di tempat yang menurut teteh lebih tenang”.
“Maafkan saya tidak bisa menemani teteh menghabiskan minumannya karena saya harus menjemput Kayla pulang sekolah. Mudah-mudahan lain waktu kita bisa bertemu lagi untuk hal yang lain. Saya minta ijin pulang duluan,.. Assalamua’laikum” ucapku menutup pertemuan kami yang cukup singkat bahkan nyaris tanpa basa basi.
Ku bergegas pergi dari restoran tempat kami bertemu. Aku bahkan setengah berlari seolah telah berhasil melepaskan diri dari penjara ketidaknyamanan. Sama sekali aku tak membenci Dina karena meminta sesuatu yang belum mampu kupenuhi, bahkan aku telah memaafkannya bukankah setiap orang butuh dimaafkan??... Apalagi seorang Dina yang sangat faham syariat, jika bisa memilih tentu dia tak akan melakukan hal ini padaku. Ku layangkan pandanganku ke sekitar, ku tarik nafas dalam-dalam bismillahirrahmaanirrahimmm moga ini bukan sebuah kesalahan. Ampuni hamba ya Rabb,..doaku lirih dalam hati.
--------
Dina membuka perlahan surat yang telah diberikan Alifa padanya pagi tadi. Duduk di sudut ruangan kerjanya yang dipenuhi berkas-berkas pekerjaan. Sore itu menunjukkan pukul empat sore, setelah shalat ashar Dina merapatkan tubuhnya ke jendela memperhatikan padatnya lalu lintas di luar sana dari jendela kantornya, sembari perlahan ingin mengetahui isi dari surat Alifa istri Arie.
Tangannya gemetar menarik perekat amplop yang tertutup rapat. Sebenarnya sudah dari pagi tadi dia sangat penasaran ingin mengetahui apa isi dari surat itu. Namun ketakutan merayapinya jika saja isi dari surat itu akan mempengaruhi pekerjaannya yang membutuhkan fokus taraf tinggi. Sehingga dia memilih mengacuhkan rasa penasarannya demi profesionalisme kerja.
Assalamua’laikum
Teh Dina Yang dicintai Allah,…
Dua hari yang lalu mas arie menforward email dari teh Dina ke saya. Saya tidak tahu bagaimana saya bisa mengungkapkan perasaan saya. Setelah membaca email dari teteh akhirnya saya mengerti bagaimana rasanya ketika cemburu itu membuncah di dada saya. Ya, email teh Dina telah menghadirkan rasa cemburu di hati saya.
Entah bagaimana saya harus menyampaikan hal ini pada teteh. Saya tidak ingin merasa telah menzalimi hamba Allah yang lain karena maksud dan isi dari surat saya ini yang mungkin akan menghadirkan sebuah luka di hati.
Enam tahun yang lalu saya dan mas arie mendirikan bangunan pernikahan ini. Selama itu pula tak pernah ada hal yang begitu sulit untuk kami komunikasikan. sampai dengan saat ini, terus terang email teh Dinalah yang telah menghadirkan resah di hati saya sebagai seorang istri.
Teh Dina yang saya hormati,…
Sejak di bangku kuliah saya telah kenal baik dengan teteh, saya yakin banyak sekali kelebihan yang teteh miliki. Rasa-rasanya hampir tak ada laki-laki yang akan menolak cinta dari seorang wanita seperti teteh. Teteh bahkan punya segalanya yang didambakan oleh setiap laki-laki. Saya kenal betul teteh, bukan hanya saat ini tapi sejak dulu saat saya tahu bahwa pernah terjadi ta’aruf antara teteh dengan mas Arie.
Saya hanya seorang wanita sederhana yang mengabdikan hidupnya untuk suami dan anak-anak saya. Saya bahkan tak memiliki kelebihan yang teteh miliki kecuali suami yang sangat saya banggakan dan ternyata diam-diam teteh juga telah jatuh cinta padanya.
Hanya mas Arie yang saya miliki dan membuat saya bergairah untuk hidup beribadah pada Allah. Hanya mas arie dan anak-anak kami yang membuat saya benar-benar mensyukuri hidup.
Apa saya salah jika hati saya tak rela membagi mas arie dengan teteh?? Walaupun syari’at agama kita membenarkan untuk hal itu. Apa saya salah mempertahankan satu-satunya hal yang sangat saya banggakan dalam hidup saya??...
Maafkan saya teh dina,…hanya mas arie satu-satunya kelebihan yang saya miliki. Jika hal itupun teteh minta untuk dibagi bersama. Saya tidak tahu bagaimana hari-hari yang akan saya lalui. Maafkan saya, mungkin tanpa sengaja saya dan mas arie telah menyakiti perasaan teteh dengan menolak permohonan teteh.
Teh Dina yang dicintai Allah,…
Saya bisa merasakannya bagaimana ketika cinta itu datang tanpa diminta kehadirannya. Terkadang bukan cinta yang salah, mungkin juga kita salah mencintai seseorang.
Berulang kali saya mencoba untuk menenangkan hati saya berusaha untuk mengabulkan permintaan teteh. Tapi tiap kali itu pula saya gagal bahkan saya tidak bisa berpura-pura meluluskan permohonan teteh.
saya tidak meminta teteh harus melupakan mas arie. Tapi saya hanya meminta berilah kesempatan pada laki-laki shaleh lain yang di luar sana agar dapat hadir di hati teteh. Saya yakin banyak sekali laki-laki shaleh di luar sana yang siap untuk diajak beribadah bersama mengharapkan ridha dari Allah.
Sekali lagi maafkanlah saya, semoga Allah mengampuni dosa saya.
Wassalamua’laikum wr.wb
Alifa
Dina menangkupkan kertas putih yang berisi permintaan hati dari seorang istri. Di luar kuasa Dina pun menangis, menangis karena telah menyakiti wanita yang menjadi istri sah Arie, menangis karena dia tak mampu menahan perasaan yang semakin hari semakin merekah di hatinya bak bunga mawar yang malu-malu menunjukkan helai demi helai kuntumnya.
“Oh Tuhan,..aku kembali bertanya, mengapa kau hadirkan cinta di hatiku yang mampu membuat luka hati yang lain??” lirih Dina dalam doanya.
“Oh Tuhan,..Yang Maha membolak balikkan hati. Setelah kemaren aku tak berani meminta, hari ini kuteguhkan hatiku untuk memohon padamu, Jauhkanlah Arie dari hati hamba, padamkanlah cinta yang meluap-luap dari sisi jiwa hamba. Berikanlah hamba ketenangan dan keikhlasan untuk menerima ini semua”. Dina semakin terpekur dalam doanya yang mengalir bersama suara adzan magrib yang mendayu-dayu.
Di luar sana, di balik jendela langit mulai kemerahan. Lalu lintas semakin padat. Dina mendapati dirinya seorang diri kerdil tiada arti tanpa kasih sayang Sang Pencinta. Air matanya semakin deras mengalir ditemani suara Iqamat pertanda shalat magrib akan segera dilaksanakan. Dina bergerak perlahan, menguatkan hatinya untuk bertemu Sang pemilik hati.
“Hatiku memang sakit, namun aku yakin hati seorang istri yang diminta berbagi suaminya denganku jauh lebih merasakan sakit dari apapun yang kurasakan saat ini”….
Dina bergegas mendirikan shalat, bergegas pula menata hatinya kembali. Berharap Semoga Allah memberikan cinta yang lain di hatinya. Ya,..ini hanya sebuah fase yang harus dilalui oleh hati-hati di muka bumi ini every dark light is followed by a light morning, setiap malam yang gelap selalu diikuti pagi yang tenang. Semoga,…
Jakarta, 23 february 2010
Aida_affandi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
bergetar
BalasHapusthanks for comment
BalasHapusaku sampe nangis sendiri baca nya, menyentuh...
BalasHapus