Laman

Sabtu, 13 Februari 2010

Cinta Wanita Biasa




Selalu ada keindahan dalam setiap masalah. Itu adalah salah satu cara kita belajar kecantikan bukan di wajah, melainkan cahaya yang keluar dari dalam hati (Kahlil Gibran)

Aku menatap mata wanita di hadapanku saat ini. Dia salah seorang teman bermain dan mengajiku di masa kecil. Bola matanya bergerak liar ke kiri dan ke kanan seperti mencari sesuatu alasan yang tepat untuk diungkapkan. Berkali-kali ia membuang muka dariku bahkan terdengar tarikan nafasnya yang begitu dalam. Aku melihat kebimbangan dari raut wajahnya juga terkadang tertutup kabut di kedua matanya, namun dia tak pernah berhenti tersenyum.

“Aku bahagia, kata wanita itu. Aku sangat bahagia dengan pernikahanku kata wanita itu lagi seperti sedang mensugesti dirinya sendiri. Semua yang diimpikan setiap istri pada seorang suami ada pada suamiku. Jadi, tak ada yang salah dengan pernikahan dan kehidupan rumah tanggaku. Wanita itu tersenyum padaku setelah mengakhiri kalimat terakhirnya tentang pujiannya pada sang suami.

-------

Penampilan fisik hanyalah sekilas dari apa yang sebenarnya terlihat (Anaxagoras)

Mungkin aku mengungkapkan ini sesuai dengan kesepakatan kita bersama bahwa Luna Maya dikategorikan wanita berwajah cantik atau wajah seperti Omas bisa dikatakan tidak cantik. Bukan maksudku untuk membandingkannya, aku hanya mencari gambaran wajah wanita yang duduk di hadapanku tadi. Sungguh, wanita itu tidak cantik. Dia hanya wanita biasa, namun satu hal yang mungkin jarang dimiliki oleh wanita yang lain bahwa wanita ini memiliki kesabaran yang luar biasa.

“aku tidak cantik katanya, aku tak pernah menarik di hadapan laki-laki. Siapa pula yang sudi menatap wajahku yang tak jelas bentuknya ini. Kau lihat Nadia, mukaku lebar rasa-rasanya semua wajahku hanya dipenuhi oleh pipiku yang tembem, sama sekali tidak manis. Mataku juga kecil, apalagi hidungku mancung ke dalam seperti ini, wanita itu terus saja menyesali bentuk wajah yang menurutnya sama sekali tidak cantik.

“Tidak Nadia, jangan katakan apapun untuk membuat aku merasa cantik. Wanita itu dengan cepat memotong begitu melihat aku ingin mengatakan sesuatu. Kau ingin mengatakan bahwa cantik itu dari hati ada di sini kan Nadia, sambil memegang dadanya, aku melihat sorot kekecewaan dari matanya. Aku hanya diam tak berkata sepatah pun. Aku tak punya kata-kata lain untuk menghibur hati wanita ini.

“Aku tak sepertimu Nadia, tidak juga seperti sahabat-sahabat kita yang lain. Aku tidak cantik, aku tidak pintar. Aku hanya wanita biasa bahkan sangat biasa. Wanita itu semakin terpekur dalam setiap kata yang diucapkannya beberapa bulan yang lalu padaku. Berulang kali aku mencoba menumbuhkan rasa percaya dirinya, tapi kembali aku kehilangan kata-kata dengan anggapan yang telah dia buat sendiri.

“laki-laki itu cendrung makhluk visual kan Nadia, setiap laki-laki pasti akan menikmati cantiknya wajah Anne Hatway, atau menikmati kemolekan tubuh Jennifer Lopez. Aku tak yakin ada laki-laki yang sudi melihat tubuhku yang gendut dengan lemak penuh menutupinya. Aku tak yakin jika suatu saat ada lelaki yang sudi menatapku dengan cinta atau mengatakan cinta padaku lalu menghabiskan separuh hidupnya bersamaku.

Oh, aku pikir itu hanya cerita di dongeng tentang kisah si buruk rupa atau sebuah telenovela latin yang agak berlebihan menurutku. Berulang kali wanita itu merapalkan kalimat bahwa dia tidak cantik, tidak menarik. Bahkan aku tak diberi kesempatan untuk mengatakan bahwa masih banyak laki-laki yang mencintai bukan atas dasar kondisi fisik saja, setiap orang ingin mencintai dengan kedamaian dan itu hanya bisa dilakukan oleh hati yang cantik.

----------

Begitulah cinta, ketika ia terurai menjadi perbuatan. Ukuran integritas adalah ketika ia bersemi di dalam hati, terkembang dalam kata, terurai dalam perbuatan.
Seminggu yang lalu aku bertemu wanita itu lagi dengan wajah sumringah dia bercerita panjang lebar kepadaku.

“Nadia, aku akan menikah” matanya berkaca-kaca menahan keharuan. Aku sedikit kaget dengan berita ini. Bukan karena tidak mungkin ada laki-laki yang akan menikahi sahabatku ini, tapi justru aku kaget rencana ini terlalu cepat. Tapi aku berusaha setenang mungkin, aku tahu wanita ini sangat bahagia dengan rencana pernikahannya.

“kamu sudah cukup kenal baik dengan calonmu Yu tanyaku sedikit curiga, sebenarnya tidak masalah mungkin jika dia tak mengatakan bahwa dia berkenalan dengan laki-laki itu lewat telpon selular yang salah sambung.

“awalnya cuma salah sambung Nad, tapi terus jadi beneran. Sampe akhirnya dia memutuskan bertemu denganku lalu berencana untuk menikah. Asalnya dari pulau seberang, sekarang dia rela datang dan sudah 2 hari menginap di kos-kosan dekat rumahku. Betapa mengharukan Nad, dia mau berkorban untukku. Wanita itu terus saja bercerita panjang lebar.

Bagiku ini terdengar janggal, tapi aku tetap bertahan tanpa bertanya banyak. Aku takut kegembiraannya yang sedemekian besar ini sedikit rusak karena pertanyaanku. Ku simpan rapat-rapat pertanyaanku walau ingin sekali aku bertanya bagaimana keluarga laki-laki itu karena alangkah aneh menikah tapi tak kenal calon mertua jangankan kenal tahu namanya saja tidak, dimana alamat jelasnya karena sesekali wanita itu mengatakan bahwa calonnya pernah tinggal di sini dan di sana.

“Pasti Nad, dialah pangeranku aku pasti bahagia ucap wanita itu lagi. Seperti tak memberi kesempatan padaku untuk memberikan dia keyakinan agar berfikir dua kali. Bukan tidak boleh menikah, tapi alangkah baiknya jika seorang wanita mengetahui dengan baik bagaimana si laki-laki yang akan menjadi pendamping hidupnya.

“Tolong Nad, doakan aku semoga pernikahanku sukses. Aku tak pernah menemui laki-laki dengan mata berkaca-kaca agar aku mau menerima lamarannya. Belum pernah Nad, bahkan bermimpi ditaksir laki-laki saja belum pernah sama sekali. Kata-kata terakhir dari bibir wanita itu membuat aku semakin diam tak berucap hanya senyum di ujung bibirku. Aku tak tahu apakah kali ini aku benar menjadi sahabat sejati yang seperti telinga yang mau mendengarkan, seperti hati yang mau memahami dan seperti tangan yang mau menolong.

Tak bisa ku pungkiri terkadang jodoh datang dengan beraneka ragam caranya. Kemantapan hati bisa datang dengan cepat atau secara perlahan-lahan. Mudah-mudahan apa yang di alami wanita ini memang merupakan ketetapan hati dari istikharah atas bisikan dari sang Pencipta.

--------

“ALLAH memberikan kebijaksanaan pada wanita untuk mengetahui bahwa seorang suami yang baik takkan pernah sakiti isterinya, tetapi kadang menguji kekuatannya dan ketetapan hatinya untuk berada disisi suaminya tanpa ragu.”

Pesta pernikahanpun digelar dengan meriah. Aku terus menatap wajah pasangan pengantin baru yang tak henti-hentinya tersenyum di pelaminan. Terkadang mereka tertawa kepada beberapa sahabat yang datang memberikan ucapan selamat.

“dia ganteng kan Nad,..wanita itu berbisik di telingaku saat kuberikan ucapan selamat padanya. Entahlah aku hanya ingin kebahagiaan untuknya, ku anggukkan kepalaku sembari tersenyum. Aku turut bahagia melihat pernikahannya yang berlangsung meriah dan bahagia.

Sebulan setelah pernikahannya. Aku mendapat telpon dari adik wanita itu. Aku sangat kaget dengan berita yang baru saja kudengar.

“dari awal keluarga emang ga setuju dengan rencana pernikahan Mba ayu dengan laki-laki yang baru dia kenal itu. Bukan karena terlalu cepat, tapi laki-laki itu terlihat aneh. Jangankan membawa perwakilan dari keluarganya memberitahu siapa nama keluarganya saja tidak pernah. Adik wanita itu menangis sesenggukan.

“Asal mba tahu aja, itu laki-laki ga ngasih apapun waktu nikah, bahkan mahar pernikahan saja yang menyediakannya mba ayu, semua biaya pernikahan sampe uang sewa kos-kosan sebelum menikah, makan minum semua ditanggung mba ayu. Semua tabungan mba ayu dikuras habis, malah sekarang laki-laki tak bertanggung jawab itu berani meminta segala macam kebutuhannya kepada mba ayu. Selama ini yang kerja banting tulang mba ayu, sementara laki-laki yang jadi suaminya itu hanya duduk anteng menunggu uang hasil keringat mba ayu”.

“Tolong mba, tolong ajak ngomong mba ayu. Keluarga sangat khawatir dengan keadaannya. Bahkan dia sangat tertutup dan kesannya menjauh dari kami tiap kali pembicaraan tentang suaminya yang aneh itu. Kami khawatir kalo sesuatu yang lebih parah terjadi pada mba Ayu.

Aku terdiam, seketika tubuhku bergetar merasakan amarah atas perlakuan suami yang tidak bertanggung jawab pada wanita itu. Bukankah mencintai juga berarti berbagi kebahagiaan demi kebahagiaan orang yang kita cintai, atau sang suami memang tak pernah mencintai wanita itu. Wanita yang malang gumamku dalam hati, aku ingin menjadi sahabat yang menemaninya saat menangis. Tapi bagaimana aku harus memberi support sementara wanita itu sangat enggan berbagi kesedihannya padaku.

Tepat dua hari setelah mengetahui keadaan yang sebenarnya, aku bertemu lagi dengan wanita itu. Matanya sembab, wajahnya lesu. Aku memandang iba padanya, tapi apa yang aku temui berbeda sekali dengan informasi dari adiknya.

“Nadia, aku agak susah tidur neh. Kemungkinan aku hamil, suamiku memang hebat kalau malam aku ga bisa tidur, pasti deh dengan setia dia nemenin aku. Pokoknya dia suami super perhatian di dunia. Wanita itu tak henti-hentinya mensyukuri hidupnya karena telah diberikan seorang suami yang baik.

Ingin sekali aku mempercayai ucapannya, namun sembab di matanya menunjukkan kesedihan yang teramat dalam di hatinya. Ingin sekali aku memeluknya sekedar memberikan dukungan yang hanya bisa dirasakan oleh hatinya. Tapi tak sedikitpun kekecewaan dan kesedihan keluar dari bibirnya, walaupun terkadang mendung memenuhi wajahnya juga kabut mulai menutupi matanya.

----------

Apakah wanita itu terbuat dari bambu yang mampu melengkung mengikuti angin?? Ataukah terbuat dari kayu yang mudah sekali patah??,…

Keheranan yang luar biasa merayapiku, kekuatan dari mana sehingga wanita itu bisa bertahan sampai dengan saat ini. Bahkan tak sedikitpun dia ingin berbagi seperti dulu. Terkadang aku berfikir di belakangku wanita itu menangisi keadaannya, sungguh aku tak bisa menanggung kehidupan seperti itu. Aku teringat ucapan Edgar alnsel Mowrer “hidup manusia penuh dengan bahaya, tetapi disitulah letak daya tariknya”.

Terdiam aku, tak ada yang bisa aku lakukan selain mendoakannya. Setiap kali bertemu dengannya, aku tak sanggup menahan airmataku. Tapi lagi-lagi, dia tak pernah menceritakan tentang keburukan suaminya, yang ada hanya menunjukkan wajah bahagia, bangga dan senyuman yang khas dari bibirnya. Walau ku tahu senyum itu bermakna kesedihan yang teramat dalam.

Jakarta, 09 february 2010
Aida Affandi
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar